DCT Tak Akomodir 30 Persen Caleg Perempuan, Bawaslu: KPU Langgar Administrasi!

29 November 2023 16:01
Penulis: Mochammad Rizki, news
Sidang pembacaan putusan perkara laporan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan.

Sahabat.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dinyatakan melanggar administrasi karena menetapkan 267 Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024 untuk DPR RI, dimana calon anggota legislatif (caleg) perempuan jumlahnya tak sampai 30 persen dari total DCT. Putusan ini dinyatakan Bawaslu RI, usai laporan terkait dilayangkan oleh kelompok Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. Pihak pelapor mengaku sangat bergembira atas putusan Bawaslu ini. 

"Karena Bawaslu telah menjalankan fungsi, untuk melakukan fungsi kontrol, fungsi pengawasan, fungsi penegakan aturan yang memang mesti ditegakkan," ujar perwakilan pelapor, Wahidah Suaib usai sidang pembacaan putusan, kantor Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (29/11/2023). 

"Ini kan sesuatu yang sangat nyata diatur dalam undang-undang, bukan sesuatu yang bisa ditafsirkan, bukan sesuatu yang butuh penafsiran. Memang sudah seharusnya Bawaslu menegakkan itu," imbuhnya. 

Dalam petitum yang dibuat pada laporannya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan sebelumnya meminta Bawaslu menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran administrasi. Yang kedua, mereka meminta agar Bawaslu memerintahkan KPU untuk melakukan perbaikan terhadap daftar calon yang tidak memenuhi keterwakilan 30 persen pada dapil-dapil yang tidak memenuhi keterwakilan 30 persen. Dalam hal perbaikan tidak dilakukan atau perbaikan telah dilakukan namun belum mencapai 30 persen, maka kelompok yang didalamnya terdapat mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay itu, meminta Bawaslu memerintahkan KPU untuk membatalkan, menyatakan tidak lolos, menilai tidak memenuhi syarat, atau membatalkan DCT yang telah ditetapkan sebelumnya yang tak memenuhi keterwakilan 30 persen. 

"Dan hari ini Bawaslu menerima seluruh permohonan kami dan secara nyata menyatakan KPU telah melakukan pelanggaran administrasi," kata Wahidah. 

Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan pun meminta KPU segera menindaklanjuti putusan Bawaslu tersebut. Sebab, kata Wahidah, sesungguhnya persoalan ini telah diproses di dua lembaga yakni Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Keduanya, lanjut dia, memutus adanya pelanggaran yang dilakukan KPU terkait tidak terpenuhinya kuota 30 persen caleg perempuan ini. 

"Kami meminta kepada KPU, kemarin kan selalu menunda-nunda, tidak ada lagi istilah menunda-nunda, segera tindak lanjuti sesuai putusan Bawaslu. Karena ini adalah kesempatan ketiga untuk memperbaiki kesalahan," jelasnya. 

Wahidah yang eks Komisioner Bawaslu meminta, ketaatan terhadap jadwal pemilu tak dijadikan alasan bagi KPU untuk tak menjalankan putusan Bawaslu. Sebab apabila hal itu dilakukan, kata dia, sama saja KPU melanggar hak konstitusional yakni memilih dan dipilih, yang diatur dalam konstitusi. 

"Jangan lagi kebijakan KPU ini merugikan ribuan bakal calon perempuan yang mestinya masuk dalam daftar caleg. Jangan menunda-nunda lagi, jangan berlama-lama lagi ini sudah nyata dan terang, ibarat hitam dan putih. Sebanyak 267 itu baru DPR RI, belum provinsi, kabupaten dan kota," tuturnya. 

Pihaknya yakin partai politik (parpol) memiliki banyak caleg perempuan. Menurutnya, KPU saja yang sesungguhnya tak tegas dalam menerapkan aturan, sehingga terhadap kondisi yang demikian.

Sementara, perwakilan lainnya, Valentina Sagala, memastikan pemilu takkan tertunda atau mundur jadwalnya akibat putusan Bawaslu yang memerintahkan perbaikan DCT oleh KPU. 

"Tidak (Pemilu 2024 takkan tertunda), perbaikan bisa dilakukan, perbaikan harus dilakukan," ujarnya. 

Apalagi, lanjut Pendiri Institut Perempuan itu, perbaikan ini adalah bagian dari kepatuhan terhadap Pasal 245 Undang-Undang Pemilu, Peraturan KPU Pasal 8 Ayat 1 huruf C dan kepada putusan MA. 

"KPU sebenarnya sudah terbiasa me-manage sesuatu yang besar-besar ya. Malah kalau KPU tidak memperbaiki, berarti KPU mempertahankan produk-produk yang tidak sah, malah lebih fatal lagi akibatnya ke depan, bisa menjadi gugatan bagi pihak-pihak yang kalah dalam pemilu, lebih fatal lagi," ujar Wahidah. 


"Kalau mau banding (jika bisa banding), semakin vulgar kalau mereka mau membangkang dari peraturan dari undang-undang dan konstitusi," imbuhnya. 

"(Perbaikan DCT) Tidak akan mengganggu (proses tahapan pemilu), sepanjang KPU punya batas waktu, komitmen. Masak sudah tiga kali tahapan masih mau mengelak, harusnya ditindaklanjuti," kata Wahidah. 

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment