Kiat Pemkot Tasikmalaya Atasi Sampah Agar Kota Kian Resik

20 Februari 2023 08:21
Penulis: Habieb Febriansyah, news
Penjabat Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah (kanan) menyerahkan sampah organik kepada pengusaha maggot di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. ANTARA/HO-Diskominfo Kota Tasikmalaya

Sahabat.com - Persoalan sampah masih menjadi perhatian serius setiap daerah, termasuk Kota Tasikmalaya yang berpenduduk lebih dari 700 ribu orang itu.

Karena setiap kota memiliki karakteristik penduduk dan wilayah yang berbeda, maka masing-masing pemda memiliki cara tersendiri untuk mengatasi sampah. Ada yang mengeluarkan larangan penggunaan kantong plastik saat berbelanja di supermarket atau minimarket. Ada pula yang membangun pembangkit listrik tenaga sampah di TPA.

Ada pula yang menerapkan keharusan pemilahan sampah organik dan bukan organik di hulu sampai hilir. Semua ini dilakukannya sebagai cara untuk mengatasi masalah sampah.

Pemerintah Kota Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, memiliki banyak jurus untuk mengatasi masalah sampah. Sebagai kota maju di wilayah Priangan Timur, Tasikmalaya juga itu dihadapkan peliknya persoalan sampah.

Sejak Pemkot Tasikmalaya dipimpin oleh Penjabat Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah pada November 2022, sejumlah kiat untuk mengatasi persoalan sampah dikeluarkan, misalnya, program yang melibatkan pengusaha maggot.

Program itu untuk mengurangi volume sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir, Tasikmalaya, yang diangkut hingga 210 ton/hari.

Keberadaan pengusaha maggot itu bisa membantu membereskan sampah organik sebanyak 10 ton per harinya. Program kerja sama itu sudah dimulai sejak 25 Desember 2022.

Cara kerja program itu, petugas kebersihan di lapangan memilah sampah organik, selanjutnya pengusaha hanya tinggal mengambilnya untuk diolah dalam budi daya maggot.

Tahap awal dalam kerja sama dengan pengusaha maggot itu sebanyak 10 ton sampah organik setiap hari. Artinya, cara ini bisa menyelesaikan 10 ton sampah agar tidak diangkut ke TPA Ciangir.

"Setidaknya 10 ton sampah organik siap dikelola oleh salah satu pengusaha maggot Kota Tasikmalaya," kata Cheka.

Jurus lain yang dilakukan yakni program Gerakan Olah Sampah Organik (GOSO). Program itu ada korelasinya juga dengan maggot yang nanti melibatkan banyak masyarakat untuk bersama-sama mengatasi masalah sampah.

Kepala Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya Feri Arif Maulana mengatakan budi daya maggot cukup efektif untuk mengurangi volume sampah yang diangkut ke TPA Ciangir.

Maggot itu memakan sampah organik, selanjutnya maggot menjadi pakan ternak yang memiliki nilai jual di pasaran.

"Maggot itu memakan sampah organik, sampah organiknya memang tertentu, misalnya sayuran sisa, nasi. Sisa makanan dari restoran itu bagus, dan itu cukup menjanjikan pemasarannya untuk pakan ternak, untuk ikan," kata Feri.

Satgas Tasik Resik

Jurus lain yakni membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tasik Resik, yang dicanangkan sejak Januari 2023 dengan tujuan mengembalikan lingkungan Kota Tasikmalaya bersih dari tumpukan sampah.

Pemkot Tasikmalaya mengoptimalkan Satgas Tasik Resik yang melibatkan berbagai unsur instansi, di antaranya TNI, Polri, komunitas, maupun masyarakat untuk membersihkan jalan dari sampah untuk menciptakan kota yang indah, bersih, dan nyaman bagi masyarakat.

Satgas Tasik Resik itu bergerak setiap hari Jumat. Penjabat Wali Kota Tasikmalaya maupun unsur pimpinan daerah lain juga ikut turun langsung ke lapangan, menyusuri, mencari, mengumpulkan, dan mengangkut sampah.

Tim Satgas Tasik Resik bergerak menuju tempat-tempat yang dilaporkan atau disinyalir menjadi tempat pembuangan sampah ilegal. Seluruh sampah yang menumpuk di suatu tempat itu dibersihkan lalu diangkut.

Operasi Satgas Tasik Resik itu juga melakukan edukasi masyarakat untuk ikut serta mengurangi sampah, memilah sampah yang bisa didaur ulang, dan tidak membuang sampah sembarangan.

Berharap Adipura

Jauh sebelum program yang dicanangkan oleh Cheka Virgowansyah, Pemkot Tasikmalaya sudah menjalankan sejumlah kiat untuk mengatasi permasalahan sampah di daerahnya.

Program yang dicanangkan yaitu Gedong Resik,artinya Gerakan Donasi Sampah dan Jelantah Ngarah Resik Kota Tasik. Program itu difokuskan penanganan sampah di setiap perkantoran, perumahan, sekolah, dan tempat lainnya.

Seluruh pengelola perkantoran maupun sekolah-sekolah itu diwajibkan memilah dan mengumpulkan sampah organik maupun bukan organik, misalkan, sampah yang sering diproduksi di perkantoran maupun sekolah yaitu botol plastik yang memiliki nilai manfaat untuk didaur ulang.

Sampah yang bersumber dari sekolah dan perkantoran itu bisa diserahkan ke bank sampah atau tim Gedong Resik. Hasil dari pengelolaan itu nanti bisa bermanfaat buat pengelolaan sampah di masyarakat.

Di balik beragam cara yang dilakukan Pemkot Tasikmalaya, Feri mengakui ingin mengembalikan Kota Tasikmalaya sebagai kota yang bersih, indah, dan nyaman, serta bisa mendapatkan penilaian baik dalam menjaga kebersihan sampah yang akhirnya bisa meraih penghargaan Adipura.

Upaya Pemkot Tasikmalaya dalam mengatasi masalah sampah mendapat respons dari berbagai pihak, termasuk tanggapan dari aktivis lingkungan di kota itu yang mengingatkan bahwa segala program terkait sampah agar tidak bersifat seremonial, melainkan ada aksi nyata dan bermanfaat.

Presiden Republik Aer Harniwan Obech menilai program Pemkot Tasikmalaya merupakan ikhtiar mengatasi permasalahan sampah yang saat ini kondisinya masih masih memprihatinkan.

Program Pemkot Tasikmalaya, misalnya, kerja sama dengan pengusaha maggot, menurut pegiat lingkungan itu, tidak bisa hanya sesaat, tetapi harus berkelanjutan karena sampah akan terus menjadi persoalan bagi masyarakat maupun pemerintah.

Pria yang akrab dipanggil Mang Obech itu berharap Pemkot Tasikmalaya menerbitkan peraturan mengurangi penggunaan sampah plastik karena sampah jenis ini berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.

Menurut dia volume sampah yang selama ini diproduksi di Kota Tasikmalaya itu sebagian besar berupa plastik, bahkan saat kegiatan membersihkan sungai,yang banyak ditemukan adalah sampah-sampah plastik dari kemasan berbagai produk perusahaan besar.

"Hasil audit beberapa waktu lalu ada 93 perusahaan penghasil sampah yang kemasan produknya ada di sungai. Ini perlu diperhatikan," katanya.

Menurut dia, masyarakat selama ini sudah mengetahui bahaya sampah yang berlebihan, juga tahu cara memilah sampah organik dan bukan organik, namun tidak banyak yang menerapkan pengetahuan dasar itu. Bisa jadi karena minim fasilitas atau lemahnya penegakan aturan.

Tindakan tegas merupakan bentuk edukasi yang ampuh bagi masyarakat. Selama aparat tidak menegakkan aturan tegas, menurut dia, selama itu pula sampah menjadi persoalan bersama.(Ant)

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment