Yusri membeberkan, rincian rugi laba bisnis LNG Pertamina dengan Corpus Christi tercatat secara berurutan sebagai berikut, pada tahun 2019 meraih laba USD2,224 juta; pada tahun 2020 rugi USD92,625 juta; pada tahun 2021 rugi USD14,534 juta akibat pandemi Covid 19; pada tahun 2022 meraih laba USD 5,964 juta; dan pada tahun 2023 meraih laba besar USD190,588 juta.
"Dan oleh karena itu secara kumulatif laba Pertamina di akhir tahun 2023 adalah mencapai USD91,617 juta! Capaian yang luar biasa!," timpal Yusri.
Bahkan, lanjut Yusri, dari laba tersebut sebagian telah disetorkan oleh Pertamina ke kas Negara dan sebagian dinikmati sebagai bonus atau tantiem Dewan Komisaris dan Direksi Pertamina.
"Namun sayang sekali, ironis sekali, mereka menikmati bonus atau tantiem sangat besar di saat Karen tetap meringkuk dalam penjara," kata Yusri.
Yusri mengungkapkan, jika benar rumor pergeseran jabatan SVP SPPU Aris Mulya Azof pada Januari 2024 disinyalir adalah upaya manajemen Pertamina untuk tidak mengungkap fakta bahwa Pertamina sebenarnya untung dalam bisnis dengan Corpus di persidangan Tipikor yang akan mulai digelar pada Febuari 2024 mendatang, tentu patut disesalkan.
"Jika rumor itu benar adanya, maka sama saja bagi Karen perlakuan manajemen Pertamina itu ibarat air susu dibalas dengan air tuba," ketus Yusri.
Jadi, kata Yusri, berdasarkan fakta yang sah dan meyakinkan di atas tentu hasil kesimpulan LHP PI dan PKN BPK RI itu terkesan bisa dibaca hanya ingin menyelamatkan muka KPK yang sudah terlanjur mentersangkakan Karen sejak Juni 2022 dan menahan Karen sejak 19 September 2023.
"Padahal, jika Komite LNG Pertamina piawai dalam menyelesaikan validity over kargo LNG Corpus dari trader Travigura, tentu kerugian akibat pandemi Covid 19 dapat diperkecil, lantaran manajemen Pertamina gagal memutuskan harga yang saat itu hanya berlaku tiga hari, yakni 5 Oktober 2018 hingga 8 Oktober 2018, sehingga hilang potensi pendapatan Pertamina selama tiga tahun mulai 2020 hingga 2022 sebesar USD 37 juta, yaitu dengan volume lima kargo setiap tahun dengan harga lebih mahal USD 71 cents/MMBTU," beber Yusri.
Jadi, kata Yusri, timbul pertanyaan kritis, bagaimana cara BPK menghitung kerugian negara untuk bisnis jangka 20 tahun? Apakah hanya menghitung rugi pada tahun tertentu saja dengan mengabaikan keuntungan pada tahun lainnya?
"Jika itu yang dilakukan BPK, maka kiamat kecil akan menghantui Direksi BUMN dalam menjalankan proses bisnisnya," pungkas Yusri.
0 Komentar
Alumni USU Jabodetabek Peduli Gelar Perayaan HUT ke-79 RI, Ini Pesan Ketua Pembina Nurdin Tampubolon
Bio Farma Terima Award dari Markplus dalam Sektor Farmasi
Menteri LHK Siti Nurbaya Jadi Inspektur Upacara 17 Agustus di Taman Nasional Gunung Rinjani
Ibu Kota Nusantara Sebagai Kota Unik
Moeldoko Ingatkan Percepatan Implementasi Program MLFF
Aturan Pelaksana UU Kesehatan Telah Diterbitkan Pemerintah
Cuaca Sebagian Besar Indonesia Berawan Tebal Rabu
Leave a comment