Selamatkan Gambut dan Magrove Menghadapi Krisis Iklim

21 Juni 2023 10:29
Penulis: Alber Laia, news
Aktivis lingkungan di Sumsel berkumpul diskusikan berbagai upaya untuk menyelamatkan gambut dan magrove menghadapi krisis iklim. (ANTARA/Yudi Abdullah/23)

Sahabat.com - Perubahan iklim menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh dunia saat ini karena menimbulkan beberapa dampak, seperti kenaikan suhu global, perubahan pola cuaca ekstrem, peningkatan air laut, dan kerugian pada keanekaragaman hayati.

Menghadapi perubahan iklim, sejumlah aktivis dari organisasi peduli lingkungan hidup Spora Institute, Simpul Jaringan Pantau Gambut, dan Rumah Sintas menyatakan gambut dan mangrove memiliki peran yang penting.

Pernyataan itu diungkapkan aktivis lingkungan dalam kegiatan Festival Bulan Juni 2023 di Rumah Sintas Palembang, Sabtu (17/6).

Dalam festival itu aktivis Spora Institute, Pantau Gambut dan Rumah Sintas membedah posisi gambut dan mangrove dalam krisis iklim.

JJ Polong dari Spora Institute menjelaskan bahwa upaya untuk menyelamatkan Bumi ini perlu dilakukan dengan berpikir secara radikal dan imajinatif.

Kemudian anak muda harus memahami dan sadar akan peradigma yang mengerucut pada landasan "deep ecology" dan "ecofeminism" untuk mengatasi persoalan lingkungan yang terus menerus berulang.

Pemecahan masalah yang dilakukan oleh pemerintah dan korporasi hari ini tidak bisa dijadikan landasan lagi dalam menghadapi persoalan iklim

'Hari ini kita menanam mangrove, namun di hari yang sama ribuan hektare mangrove dirusak untuk kepentingan bisnis," ujarnya.

Melihat hal ini patut diduga ada yang salah dari kebijakan pembangunan yang tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip "green radicalism".

Anak muda harus berani mengambil tindakan radikal untuk menggeser paradigma reformatif yang dilakukan selama ini yang hanya tambal sulam.

Radikal bukan berarti merusak, namun berpikir mengakar dan imajinatif untuk menyelesaikan persoalan secara mendasar, seperti yang diungkapkan John S. Dryzek dalam buku "The Politics of the Earth – Environmental Discourses", ujar Polong yang juga dosen Universitas Sriwijaya itu.

Melihat keberadaan semua makhluk biotik dan abiotik dalam posisi setara dan semuanya harus dihargai dan dilindungi.

Dia juga menerangkan perlu kepedulian bersama untuk melakukan upaya yang bisa diterapkan untuk membangun kesadaran mengubah Bumi menjadi lebih sehat.

"Kita harus berhenti merusak mangrove dan mengonversi lahan gambut lalu mulailah menerapkan gaya hidup ekologi," ujar JJ Polong.

Sementara Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Sumsel Hairul Sobri menjelaskan bahwa gambut memiliki peran penting dalam ekosistem karena mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar.

Tanah gambut yang tidak terganggu dapat menjadi cadangan karbon yang signifikan dan berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida dari atmosfer.

Hanya saja, jika gambut terganggu, misalnya oleh pembukaan lahan gambut untuk pertanian atau kegiatan penggundulan hutan, karbon yang terperangkap dalam gambut dapat dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.

Selain itu, gambut yang rusak dapat menyebabkan kebakaran dalam jangka waktu yang panjang karena sulit untuk dipadamkan, kecuali dengan turunnya hujan yang deras.

Wilayah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan akan sangat berdampak pada El Nino dan munculnya perubahan iklim yang ekstrem.

Sobri juga menjelaskan bahwa kebijakan Pemerintah saat ini didesain untuk kepentingan industri tanpa melihat dampak kerusakan gambut dan mangrove.

Kondisi gambut dan mangrove serta iklim sedang tidak baik-baik saja. Melihat kondisi tersebut aktivis yang pernah menjabat Direktur Walhi Sumsel itu mengajak semua pihak dan lapisan masyarakat memulai gerakan melindungi Bumi.


Bersama lindungi Bumi

Perubahan iklim dan manajemen bencana adalah isu yang membutuhkan tindakan kolektif dan sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

Adanya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim dapat berdampak pada minimnya pemenuhan HAM.

Atas dasar tersebut, Kakanwil Kemenkumham Sumsel Ilham Djaya mengikuti Workshop Pengarusutamaan HAM dalam Adaptasi Perubahan Iklim dan Manajemen Bencana secara virtual, bertempat di Ruang Teleconference Kanwil setempat Palembang, Selasa (20/6).

Kegiatan yang digagas oleh Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham itu menghadirkan berbagai pimpinan instansi terkait, dan Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kegiatan (whorkshop) secara virtual terpusat dari Jakarta itu mendapatkan dukungan dan kerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP), United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) serta Universitas Bina Nusantara sebagai mitra Kemenkumham dalam rangka pemenuhan HAM. Kegiatan itu dibuka oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly.

Menkumham Yasonna pada kesempatan itu menjelaskan tujuan diselenggarakannya workshop tersebut sebagai tindak lanjut kesepakatan lima pemimpin di G-20 Summit pada November 2022.

"Saya ingin menyampaikan beberapa isu yang sangat penting dalam konteks HAM, yaitu perubahan iklim dan manajemen bencana," kata Yasonna Laoly.

Lebih lanjut, Menkumham menyoroti perubahan iklim dan bencana geologi tidak hanya menimbulkan ancaman fisik, tetapi juga melanggar hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

Hal tersebut merupakan tanggung jawab Pemerintah untuk memastikan bahwa langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan bencana geologi dilakukan dengan mempertimbangkan dan melindungi HAM.

Mengenai bisnis dan HAM, maka pelaku usaha juga berperan penting dalam mengatasi perubahan iklim.

Menurut Menteri Yasonna, untuk memastikan upaya tersebut, maka Kemenkumham dengan bangga telah meluncurkan Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) sebagai aplikasi uji tuntas pertama kali yang dibangun dari inisiasi pemerintah di negara
kawasan.

Dia mengajak jajaran Kemenkumham, aparat penegak hukum, dan semua pihak terkait untuk bertindak mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan, sambil tetap memastikan bahwa hak-hak dasar manusia tetap dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.

Selain itu hasil diskusi dalam whorkshop tersebut diharapkan bisa menjadi rekomendasi kebijakan dalam rangka menjawab tantangan dan tindak lanjut kesepakatan "14 G20 Bali Leaders Declaration", guna mencegah meluasnya dampak negatif perubahan iklim terhadap tantangan implementasi nilai-nilai penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia (P5HAM) di Indonesia.

Semua berharap perubahan iklim yang menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan manusia dapat dikendalikan dengan berbagai upaya penyelamatan Bumi dan manajemen bencana yang baik secara kolektif, sejalan dengan prinsip-prinsip HAM.(Ant)

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment