Sahabat.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI), KBRI Yangon, dan KBRI Bangkok mendesak otoritas Myanmar untuk menyelamatkan 20 WNI pekerja migran Indonesia yang disekap oleh perusahaan online scam.
Diduga 20 WNI tersebut merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Desakan tersebut disampaikan oleh Direktur Perlindungan WNI dan BHI (PWNI-BHI) Kemlu RI Judha Nugraha. Ini sekaligus menindaklanjuti laporan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengenai 20 WNI yang diduga korban TPPO dan saat ini sedang disekap di Myanmar.
“Kemlu, KBRI Yangon, dan KBRI Bangkok telah menindaklanjuti permintaan pelindungan terhadap para WNI yang menjadi korban perusahaan online scam (penipuan berbasis daring) di Myanmar,” kata Judha, Rabu, (3/5/2023) malam.
Berbagai langkah perlindungan telah dilakukan pemerintah Indonesia, antara lain, mengirimkan nota diplomatik kepada Kemlu Myanmar, berkoordinasi dengan otoritas setempat, serta bekerja sama dengan lembaga internasional seperti Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Regional Support Office Bali Process di Bangkok.
Judha menjelaskan bahwa tantangan perlindungan WNI dalam kasus ini cukup tinggi, karena mayoritas WNI berada di Myawaddy, yang merupakan lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
Meskipun demikian, dia menegaskan bahwa pemerintah akan tetap mengupayakan berbagai langkah perlindungan WNI, termasuk dengan meminta otoritas Myanmar memetakan jejaring di Myawaddy melalui kerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati online scam.
“Pendekatan formal dan informal terus dilakukan,” tutur Judha.
Sambil melakukan berbagai upaya perlindungan bagi 20 WNI yang disekap di Myanmar, Kemlu RI juga berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindak para pelaku.
Selama periode 2020-2023, KBRI Yangon menerima laporan 203 WNI yang mengalami permasalahan di wilayah Myanmar, khususnya terkait indikasi/dugaan TPPO.
Pada 2 Mei, SBMI melaporkan perekrut berinisial A dan P yang telah menempatkan setidaknya 20 pekerja migran Indonesia yang diduga korban TPPO di Myanmar, ke Bareskrim Polri.
Kedua perekrut tersebut menempatkan pekerja Indonesia secara ilegal dengan modus menawarkan mereka pekerjaan sebagai operator komputer di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand.
Para pekerja migran diimingi-imingi gaji besar sekitar Rp8 juta-Rp10 juta per bulan dan fasilitas tempat tinggal serta makanan gratis.
Para perekrut membiayai akomodasi keberangkatan para korban seperti pembuatan paspor, tiket pesawat, dan kebutuhan lainnya dengan ketentuan pinjaman dan pengembalian uang pinjaman tersebut dengan cara potong gaji setelah para pekerja migran sudah bekerja dan menerima gaji.
Namun sesampainya di Myanmar, mereka disekap oleh pihak perusahaan dan dijaga oleh orang-orang bersenjata dan berpakaian militer, yang menyita ponsel para korban.
Para korban dipkerjakan secara paksa untuk online scam selama 17 jam kerja per hari. Mereka juga kerap mengalami kekerasan fisik dan psikologis, bahkan terjadi pemukulan hingga penyetruman.
0 Komentar
Komitmen Cikarang Listrindo Terhadap Keberlanjutan Aspek Lingkungan
Krisis Kemanusiaan Menghantam 3 Juta Anak di Republik Afrika Tengah
300 Ribu Anak Mengungsi, Dampak Kekerasan Geng Haiti
Malaysia Dukung Indonesia Ajukan Jalur Rempah Jadi Warisan Dunia UNESCO
Ditjen Imigrasi Tetapkan Wilayah Koordinasi bagi Petugas Imigrasi di Perwakilan RI
Meninggal Dunia, Pria Tergemuk di Inggris Dievakuasi 6 Unit Damkar
Diserang Ransomware, 18 Rumah Sakit di Rumania Lumpuh
Leave a comment