Sahabat.com - Duta Besar RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan Fadjroel Rachman mendampingi delegasi Dewan Perwakilan Daerah RI dalam pertemuan dengan Zhenis Kassymbek, gubernur ibu kota Kazakhstan, Astana, pada Rabu (5/4).
Menurut rilis pers Kedutaan Besar RI di Astana, dalam pertemuan itu, delegasi yang dipimpin Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono berdiskusi dan bertukar pandangan tentang pengalaman Astana menjadi ibu kota Kazakhstan selama 25 tahun.
Sampono mengatakan kedua negara mempunyai banyak kesamaan sebagai bangsa, dengan mayoritas penduduk Muslim dan tetap menghargai perbedaan dan keanekaragaman.
Dia menjelaskan meski Indonesia telah menetapkan ibu kota baru, ada perbedaan mendasar dengan pengalaman Kazakhstan.
“Kami di Indonesia tidak hanya akan berpindah lokasi ibu kota, tetapi juga berpindah pulau. Dari Jakarta di Pulau Jawa di bagian barat Indonesia ke Nusantara di Pulau Kalimantan di bagian tengah Indonesia," kata dia.
Gubernur Kassymbek mengatakan proses perpindahan ibu kota Kazakhstan tidak lepas dari berbagai tantangan, termasuk penolakan masyarakat, pertambahan penduduk, dan perencanaan kota.
Dia menjelaskan bahwa awalnya pemerintah menghadapi kesulitan untuk mendorong masyarakat pindah ke Astana.
Namun seiring waktu, masyarakat Kazakhstan terutama kaum muda, akhirnya dapat diyakinkan dengan perkembangan bagus Astana dari sisi ekonomi, keuangan, budaya dan infrastruktur.
“Pada dasawarsa awal, Astana kurang diminati, tetapi dalam 5-7 tahun terakhir Astana semakin berkembang pesat penduduknya hingga tumbuh 10 persen per tahun,” kata Gubernur Kassymbek.
Menurut dia, penduduk Astana saat ini terdiri dari 20 persen penduduk asli dan sisanya berasal dari berbagai wilayah dan kota di sekitar Astana.
Hanya sedikit sekali penduduk Astana yang berasal dari ibu kota terdahulu, Almaty, katanya.
Guna memastikan kesuksesan perpindahan ibu kota, pemerintah Kazakhstan membentuk Komisi Perpindahan Ibu Kota setingkat kementerian.
Wakil ketua komisi itu juga berfungsi sebagai gubernur atau Kepala Administrasi Astana.
Setelah 3 tahun pindah ibu kota, komisi itu pun dibubarkan.
Dari sisi perencanaan kota, pemerintah kota Astana telah merevisi rencana induk (master plan) karena begitu cepatnya pertumbuhan penduduk.
Dari target semula 1,2 juta jiwa pada 2030, populasi Astana saat ini sudah mencapai 1,35 juta penduduk, sehingga mulai terjadi kemacetan di kota itu karena kian bertambahnya jumlah kendaraan.
Dalam pertemuan itu, Dubes Fadjroel dan Gubernur Kassymbek berkomitmen untuk segera menyelesaikan nota kesepahaman (MoU) tentang kota kembar (sister city) antara Astana dan Nusantara.
Dubes RI juga menginformasikan rencana promosi investasi Nusantara di Astana pada 2023.
“Saya juga dengan senang hati menyampaikan rencana kunjungan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara ke Astana pada tahun ini untuk promosi investasi Nusantara dan penandatanganan MoU sister city," kata Fadjroel.
Setelah pertemuan itu, delegasi DPD diajak mengunjungi Pusat Perencanaan Kota Astana (Astana GenPlan).
Mereka mendapatkan penjelasan terperinci dari Kepala Astana GenPlan Yelnar Baziken tentang sejarah, tahapan pembangunan dan rencana induk tata kota Astana.(Ant)
0 Komentar
Komitmen Cikarang Listrindo Terhadap Keberlanjutan Aspek Lingkungan
Krisis Kemanusiaan Menghantam 3 Juta Anak di Republik Afrika Tengah
300 Ribu Anak Mengungsi, Dampak Kekerasan Geng Haiti
Meninggal Dunia, Pria Tergemuk di Inggris Dievakuasi 6 Unit Damkar
Diserang Ransomware, 18 Rumah Sakit di Rumania Lumpuh
Leave a comment