Sahabat.com - Akademisi dari Sekolah Teknik Elektro dan Informasi (STEI) ITB Agung Harsoyo mengatakan aturan sewa sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) yang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap penyedia jaringan utilitas berpotensi membebani masyarakat.
"Jika pemerintah daerah sembrono membuat aturan sewa SJUT yang tinggi kepada penyedia jaringan utilitas, dipastikan tambahan biaya akan dibebankan pada masyarakat," kata Agung Harsoyo melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Disebutkan pula bahwa tambahan biaya yang diterima penyedia layanan internet, air, gas, dan listrik otomatis akan dibebankan pada masyarakat. Imbasnya jika hal itu diimplementasikan, akan kurangi daya saing daerah.
"Bahkan, lebih buruk lagi bisa mengurangi daya saing ekonomi Indonesia," kata Agung.
Apabila sudah ada operator jaringan yang melakukan pemindahan jaringan udara ke tanah, pemerintah daerah diminta jangan memaksa untuk pindah ke SJUT yang dibangunnya.
Hal itu mengingat, kata dia, pemindahan jaringan tersebut akan menambah beban penyelenggara jaringan utilitas. Tambahan biaya itu akan dikompensasikan kepada pelanggan. Jika pelanggan tidak mau dikorbankan, pemerintah daerah harus menanggung seluruh beban pemindahan jaringan utilitas.
"Harusnya pemerintah daerah memiliki rencana yang jelas dalam membuat SJUT untuk penataan kota yang lebih baik," katanya menyarankan.
Jika tujuan utama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah bebas dari kabel udara, menurut dia, penyelenggara infrastruktur harus difasilitasi dengan memberikan kompensasi yang bersifat win win solution. Hal itu bisa dalam bentuk ganti rugi, pengurangan biaya, atau bahkan digratiskan dalam jangka waktu tertentu.
Ia mengingatkan jangan sampai penataan kabel udara hanya bertujuan meraup pendapatan asli daerah (PAD) saja.
Selain itu, dia berharap kebijakan penataan kabel udara tidak menyebabkan biaya yang tinggi dengan memaksa operator telekomunikasi menggunakan SJUT milik pemerintah daerah.
"Ini berpotensi menghambat transformasi digital yang dicita-citakan oleh Presiden Joko Widodo," ujar mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) tersebut.
Tidak sampai di situ, kata Agung, bila pemerintah daerah ingin membuat aturan, harus mengikuti aturan yang sudah berlaku. Pemerintah daerah tidak bisa membuat aturan semaunya. Apalagi, pemerintah pusat telah mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunannya.
"Kota yang tertata baik dengan dilengkapi fasilitas utilitas yang memadai, dipercaya akan banyak investor yang menanamkan sahamnya di daerah tersebut," ujar dia.(Ant)
0 Komentar
Surya Paloh Ketemu Jokowi, Anies: Tontonan Aja Itu
Ratusan Pekerja Offshore Upstream Pertamina Regional Jawa Nyoblos di TPS di Tengah Laut
8 Parpol Lolos DPR Versi Quick Count, PDI Perjuangan Hattrick
668 TPS di Jawa Hingga Papua Harus Melakukan Pemungutan Suara Susulan akibat Bencana dan Kerusuhan
Megawati akan Nyoblos di TPS Kebagusan Jaksel
TPN Ungkap Keresahan Publik terhadap Quick Count, Fair atau Tidak?
Surat dan Kotak Suara Pemilu 2024 Tanpa Formulir C1 Dibakar Massa di Paniai-Papua Tengah
Mahfud Md akan Lakukan 'Ritual Khusus' Sebelum Nyoblos di TPS 106 Sambilegi Yogyakarta
Presiden RI dari Masa ke Masa, Siapa Terpilih di Pilpres 2024?
Masa Tenang: Mahfud MD Ibadah Umrah, Ganjar Sowan ke Berbagai Pihak
Leave a comment