Sahabat.com - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi menolak wacana penempatan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah kementerian. Menurutnya, langkah tersebut justru berpotensi menghambat efektivitas komando dan respons negara dalam menghadapi situasi keamanan yang genting.
Islah menegaskan bahwa Polri merupakan entitas sipil yang dalam sistem demokrasi harus berada langsung di bawah kendali presiden. Hal ini berbeda dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berada di bawah Kementerian Pertahanan karena karakter tugasnya sebagai pasukan perang.
“Polisi itu entitas sipil dan dalam negara demokrasi berlaku supremasi sipil. Kalau Polri ditempatkan di bawah kementerian, maka akan ada jenjang birokrasi berlapis yang harus dilewati, baik dalam pelaporan kepada presiden maupun dalam pemberian perintah strategis,” kata Islah.
Menurutnya, keberadaan lapisan tambahan berupa kementerian akan menjadi hambatan serius ketika negara membutuhkan keputusan cepat terkait persoalan keamanan.
Polri, kata dia, memiliki peran yang melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama dalam penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
“Dalam kondisi genting, presiden harus bisa memberikan perintah langsung kepada Kapolri. Kalau harus melalui menteri, itu menjadi obstacle utama dalam penanganan keamanan negara,” ujarnya.
Islah menjelaskan, perbedaan mendasar antara Polri dan TNI terletak pada fungsi dan struktur komando. TNI memiliki panglima dan tugas utama sebagai pasukan perang sehingga mekanisme komando berjenjang masih relevan. Sementara Polri tidak memiliki panglima dan dituntut aktif setiap hari di tengah masyarakat.
“Karena itu, idealnya Polri tetap berada langsung di bawah presiden, termasuk dalam hal garis komando dan penganggaran,” kata Islah.
Namun demikian, Islah menilai ada aspek tata kelola Polri yang masih bisa diperbaiki. Salah satunya terkait mekanisme pengangkatan Kapolri. Ia mengusulkan agar presiden dapat menunjuk Kapolri secara langsung tanpa melalui uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
“Tujuannya untuk menghindari relasi dan ketergantungan politik dengan partai-partai di Senayan. Kapolri seharusnya tidak terikat kepentingan politik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Islah menekankan pentingnya masyarakat sipil untuk menguatkan Polri sebagai institusi penegak hukum. Menurutnya, Polri adalah bagian dari kekuatan sipil karena tunduk pada hukum sipil, bukan hukum militer.
“Kalau polisi melakukan tindak pidana, dia diproses dengan hukum sipil. Ini yang membedakan dengan tentara,” kata Islah.
Ia menilai hubungan saling menguatkan antara masyarakat sipil dan Polri merupakan pilar penting dalam negara demokrasi. Meski mengakui adanya oknum anggota Polri yang melakukan pelanggaran, Islah menegaskan hal tersebut tidak boleh mengaburkan peran ideal Polri sebagai institusi.
“Kita tidak berbicara soal perilaku individu, tapi tentang ideal sebuah organisasi bernama Kepolisian Republik Indonesia. Menguatkan Polri sebagai institusi adalah bagian dari memperkuat demokrasi,” pungkasnya.
0 Komentar
Islah Bahrawi: Menempatkan Polri di Bawah Kementerian Berisiko Hambat Respons Keamanan Negara
Masyarakat Diminta Waspada Provokasi Aksi Anarkis Pada Peringatan Hari HAM Sedunia
Potensi Anarko di Balik Demo 17+8, Mahasiswa Diminta Waspada
Surya Paloh Ketemu Jokowi, Anies: Tontonan Aja Itu
Ratusan Pekerja Offshore Upstream Pertamina Regional Jawa Nyoblos di TPS di Tengah Laut
8 Parpol Lolos DPR Versi Quick Count, PDI Perjuangan Hattrick
668 TPS di Jawa Hingga Papua Harus Melakukan Pemungutan Suara Susulan akibat Bencana dan Kerusuhan
Megawati akan Nyoblos di TPS Kebagusan Jaksel
TPN Ungkap Keresahan Publik terhadap Quick Count, Fair atau Tidak?
Leave a comment