KPK Panggil Tiga Pegawai MA Sebagai Saksi Kasus Suap

07 Februari 2023 12:54
Penulis: Habieb Febriansyah, news
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Sahabat.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil tiga orang pegawai Mahkamah Agung (MA) sebagai saksi kasus dugaan suap penanganan perkara dengan tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh (GS).

"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, untuk tersangka GS," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Tiga saksi tersebut yakni pegawai Biro Umum MA atas nama Catur dan dua pegawai MA atas nama Yoga D.A Nugroho dan Retno Murni Susianti.

Pemeriksaan terhadap ketiganya dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Sebelumnya, penyidik KPK telah menetapkan 14 orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Mereka adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh.

Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Sebanyak delapan tersangka di antaranya telah dilimpahkan ke kejaksaan untuk segera disidangkan, yakni Sudrajat Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, Muhajir Habibie, Heryanto Tanaka, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Penahanan terhadap masing-masing tersangka akan tetap dilakukan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 20 Januari.

Terkait konstruksi perkara yang menjerat GS dan kawan-kawan itu, KPK mengungkapkan di awal 2022 ada perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana (ID). Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Lalu, YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.

Terkait pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena ada pemalsuan akta dan putusan tingkat pertama pada PN Semarang menyatakan terdakwa Budiman bebas.

Langkah hukum selanjutnya ialah jaksa mengajukan upaya kasasi ke MA. HT menugaskan YP dan ES untuk "mengawal" proses kasasi itu agar pengajuan kasasi dikabulkan.

Karena YP dan ES mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY, sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengondisikan putusan, maka kedua pengacara itu menggunakan "jalur" DY dengan kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara Rp2,2 miliar).

Agar putusan kasasi sesuai "pesanan", DY mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA membicarakan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan GS.

Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman saat itu adalah GS.

Keinginan HT, YP, dan ES dalam putusan kasasi itu terpenuhi dengan terdakwa Budiman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama lima tahun.

KPK menduga dalam putusan kasasi tersebut telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada DY, NA, RN, PN, dan GS. Sementara, sumber uang yang digunakan YP dan ES berasal dari HT.

Sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang secara tunai sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY.

Sementara terkait rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS itu masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.(Ant)

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment